Jumat, 06 Juni 2008

GOOD GOVERNANCE, sebuah perenungan

Sebagai warga negara Indonesia yang baik kita semua pasti menginginkan negara kita ini dilaksanakan oleh pemerintah yang baik, bersih dan jujur atau lebih dikenal dengan istilah good governance, sehingga roda pemerintahan dapat berjalan sebagaimana mestinya sehingga akan tercapai tujuan mulia bangsa menuju masyarakat yang sejahtera.

Didalam RPJM Tahun 2004-2009 tertulis bahwa sasaran penyelenggaran negara adalah terciptanya tata pemerintahan yang baik, bersih, berwibawa, profesional, dan bertanggungjawab, yang diwujudkan dengan sosok dan perilaku birokrasi yang efisien dan efektif serta dapat memberikan pelayanan yang prima kepada seluruh masyarakat

Kalau kita boleh menilai isi dari RPJM 2004-2009 tersebut khususnya bab mengenai Good Governance, sungguh sangat bagus dalam teori, namun apakah aplikasi dari dokumen tersebut dapat terwujud, kita sama-sama bisa menjawab dengan melihat realita

Untuk mencapai suatu pemerintahan yang bersih sebenarnya harus dimulai dari pemerintah sendiri yang harus secara bersama-sama memegang teguh komitmen terhadap sasaran penyelenggaraan negara tersebut. Pemerintah disini tentu saja tidak terlepas dari peran PNS yang semuanya pasti terlibat dalam penyelenggaraan negara. Selain Pemerintah, peran legislatif dan tentu saja peran masyarakat Indonesia secara keseluruhan.

Manusia secara hakiki, dalam menjalankan kehidupan normalnya harus dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya, seperti sandang, pangan dan papan. Berangkat dari hal ini kita coba untuk melihat apakah penyelanggara negara sudah terpenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tersebut, dalam hal ini penulis mencoba untuk melihat contoh dari sisi PNS, karena PNS lah yang lebih dikenal oleh masyarakat awam sebagai penyelenggara pemerintahan.

Pertanyaan pertama yang akan muncul adalah apakah PNS sudah terpenuhi kebutuhan dasarnya? Untuk menjawabnya tentu saja kita lihat barometer pencukupan kebutuhan dasar tersebut yang dalam hal ini bagi PNS adalah Gaji yang diterima setiap bulannya.

Kita coba hitung-hitungan kasar saja, walaupun mungkin hitungan tersebut kurang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, namun hitungan ini merupakan wacana untuk membuka pikiran kita semua tentang pencukupan untuk memenuhi kebutuhan dasar si PNS.

Ambil contoh seorang PNS golongan III b dengan seorang istri dan dua orang anak (tanggungan anak memang maksimal hanya 2 orang), tanpa jabatan struktural maupun fungsional. Dengan kondisi demikian jumlah tanggungan si PNS tersebut adalah 4 orang yang mesti dipenuhi kebutuhan dasarnya.

Secara umum gaji si PNS dengan contoh di atas adalah + Rp. 2.000.000,- . Dengan gaji sejumlah itu si PNS harus mengeluarkan biaya makan, transportasi, pendidikan, listrik, air, dan lain-lain. Sekarang kita coba untuk menghitung biaya makan terlebih dahulu. Kalau satu orang dalam sekali makan terkena biaya Rp. 5.000,- maka dalam sehari dia akan mengeluarkan biaya Rp. 15.000 perorang (3 x makan sehari), dikalikan 4 orang menjadi Rp. 60.000 dalam sehari, nilai tersebut dikalikan 30 (rata-rata hari dalam sebulan) akan berjumlah Rp. 1.800.000,- . sedangkan gaji yang diperoleh adalah Rp. 2.000.000,- artinya sisa gaji bulanan setelah dipotong biaya makan adalah sebesar Rp. 200.000,- saja. Bagaimana dengan transportasi, pendidikan, listrik, air dan lain-lain? Lantas kemana si PNS mencari kekurangan biaya untuk memenuhi kebutuhan dasar selain makan tersebut? Susah kita untuk menjawabnya, karena secara umum kita melihat PNS cukup –cukup saja biayanya untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, bahkan terkadang terlalu berlebihan.

Dari ilustrasi tersebut, walaupun secara hitungan kasar, tergambar bahwa seorang PNS dengan gaji bulanannya, secara ideal tidak dapat mencukupi sekedar kebutuhan dasar hidupnya. Secara psikologis, seorang yang tidak dapat mencukupi kebutuhan dasar hidupnya, jiwanya akan terganggu, dengan demikian akan berpengaruh terhadap kinerja, seterusnya pelayanan terhadap masyarakat (PNS = pelayan masyarakat) pun akan menjadi kurang optiimal, akibatnya kinerja pemerintah secara luas menjadi tidak baik.

Kembali kepada “good Governance”, rasanya sulit untuk mewujudkannya apabila kesejahteraan PNS tidak menjadi perhatian, minimnya kesejahteraan tersebut akan memberikan dampak lain seperti Korupsi, minimal korupsi waktu, supaya ia punya waktu untuk memperoleh penghasilan sampingan di luar kantor, ini masih lumayan, bagaimana kalau ia berbuat KKN justru di wilayah kerjanya? Tentu ini sangat merugikan kredibilitas pemerintahan dan tentu saja merugikan rakyat.

Kesimpulan dari tulisan ini adalah pemerintah, jika ingin Good Governance dapat terwujud, mungkin awalnya harus memperhatikan kesejahteraan PNS yang merupakan pilar penegak pemerintahaan, melalui gaji atau tambahan penghasilan lainnya. Tentang berapa nilai gaji yang ideal yang harus diberi, kita punya banyak pakar yang bisa menghitungnya, silahkan saja.

Ayo naikkan gaji PNS!..

Ditulis oleh baNg iCaL (yg kebetulan juga seorang PNS)

Tidak ada komentar: