Sabtu, 31 Juli 2021

Negeri Apa Adanya

(dicopas dari aulakehidupan.blogspot.com)

 

Tak banyak yang bisa dilakukan didalam suatu negeri
Yang menganut filosofi, “apa adanya”
Tak diragukan lagi bahwa semua pernah bilang dan mendengar
Ini negeri yang menjungjung supremasi hukum, siapapun yang salah tak akan diberi ampun
Semua sama dan tak ada kata maklum
Mulai dari manusia gagah sampai nenek-nenek renta berwajah culun
Tetap diproses sesuai ketentuan meski mengabaikan santun

Tak banyak yang dapat diperbaiki di dalam suatu negeri
Yang menganut prinsip “apa adanya”
Dari anak sekolahan sampai orang kantoran pernah bilang dan mendengar
Ini bumi yang menerapkan nilai-nilai sejarah, menghargai pahlawan bahkan lawan
Memaafkan mendahului daripada membalaskan
Dan itu tradisi indah namun susah dan payah
Tak semudah menekuk daun pelepah

Tak banyak yang dapat disempurnakan di dalam suatu negeri
Yang didasari dan memercayai yang “apa adanya”
Dari sabang sampai keujung merauke
Itulah negeri tercinta walau selamanya terluka
Duka dan derita diatas suka dan gembira
Bagi siapa dan untuk siapa
Cari tahu dan selidik dalam dada
Karena kita merasa namun tak berani membuka

Negeri kaya yang menjual kekayaannya
Negeri pembeli yang membeli jualan sendiri

Tertulis BESAR dan INDAH tertanam anggun di benak anak sekolah
Tentang
Akan Kekayaan yang menjadi Kurnia Tuhan
Akan keramahtamahan yang menjadi adab setiap insan
Akan keindahan yang menjadi hiasan
Akan ketegasan yang menjadi slogan
Akan persatuan yang mengikat keberanekaragaman
Tapi itu bohong Saudaraku
sebelum ada di depan mata
Sebelum ada dirasa dada

Andai sebatas tertulis besar dan indah
sewaktu waktu dapat terhapus
oleh tinta kepentingan waktu dan ketidakpedulian alam;
Semua mengarah pada kesia-siaan
akan amanah Tuhan Allah.

Itu hanya kata dan cerita orang-orang dahulu tentang “apa adanya”
Apa adanya waktu
Apa adanya yang berlaku
Apa adanya yang menimpa negeriku

Apa adanya berarti memejamkan telinga untuk sesuatu yang bermanfaat
Mubazir yang tak memberi nilai selamat

Entah mengapa begitu banyak bertebaran peribahasa, kiasan dan tamsil di Negeri ini,
yang ingatkan kita untuk tidak melakukan perbuatan sia-sia.
Menggarami air di lautan, menunjukkan ilmu kepada orang yang menetak tidak peduli, menunggu lautan kering, menggantang asap, menggantang anak ayam, menghasta kain sarung, menunggu angin lalu, menjaring angin, menanam biji di atas batu, menangkap bayang-bayang, ibarat menyurat di atas air. Itu baru sebagian.

Teringat kisah di tempat pesta nikahan, di mana semua orang memperlihatkan wajah bahagia kecuali satu kelompok yang bersedih pencuci piring.
Mereka bersedih membayangkan andai piring-piring itu kosong-melompong, juga
sedih jika piring yang dipenuhi makanan sisa yang diambil tapi tidak dimakan,
Mengapa diambil jika tidak digunakan
Tak terbuang sia-sia,
masuk ke tempat sampah.

Jadi alangkah indahnya jika di undangan dan tempat pesta, tak cukup ada kalimat “Mohon doa restu”, tetapi juga “Terima kasih untuk tidak mubazir” tanpa embel-embel apa adanya.
Apalagi kita tahu perbuatan sia-sia dilarang agama.
Beruntunglah orang beriman, yang khusyuk dalam shalatnya, dan menjauhkan diri dari perbuatan sia-sia. (Al-Mu’minuun ayat1 dan 3)

Mubazir itu punya kekuatan namun takut untuk melakukan
Mubazir sepertinya tidak merugikan, tapi bermanfaat bila tidak dilakukan,
berguna bagi diri sendiri dan juga bagi orang lain. Ayo kita berpikir. Karena orang yang berpikir, tidak akan kikir, tapi juga tidak akan melakukan perbuatan mubazir.


Fa'tabiru ya ulil absar

sumber : http://aulakehidupan.blogspot.com/2015/01/negeri-apa-adanya.html#more