Senin, 29 Juni 2020

MAAF dan TERIMA KASIH

by KOMARUDDIN HIDAYAT


COBA hitung dan renungkan, berapa banyak kita berbuat salah dan menyinggung perasaan orang setiap harinya? Entah kepada keluarga,teman,mitra kerja,atau anak buah.
Lalu, jumlahkan kesalahan itu setiap akhir pekan atau akhir bulan.Bayangkan,andaikan dalam komunikasi sosial tak ada kata maaf, entah dalam konteks minta maaf atau memberi maaf, betapa pengap dan tidak nyaman suasana serta relasi sosial di antara kita semua. Maaf merupakan kata magis, apalagi diucapkan sepenuh hati, membuat manusia semakin menjadi manusia. By forgiving one to another,we are all becoming more human. Orang yang enggan atau bahkan tidak pernah meminta maaf kepada orang lain pasti jiwanya tidak sehat.
Kepribadiannya mentah. Sebab, sesungguhnya tiada hari kita tidak berbuat salah, sengaja atau tidak sengaja, dan menyinggung perasaan orang lain yang ada di sekeliling kita.Semakin tinggi jabatan seseorang, semakin banyak teman dan anak buah, maka semakin banyak pula seseorang berbuat salah, sehingga mestinya semakin banyak pula sering meminta maaf.
Di sisi lain, orang yang enggan dan pelit memberi maaf, jiwanya kurang sehat, karena lama-kelamaan endapan kesal, kecewa, dan benci kepada seseorang akan terasa semakin berat dan menjadi beban pikiran serta perasaan.
Orang yang memaafkan secara tulus sesungguhnya akan menyehatkan dirinya sendiri, karena dengan memaafkan, berarti dia mampu menerima kenyataan pahit, kemudian berusaha melupakan, dan seterusnya membuka lembaran baru yang putih dan segar. Dengan demikian, memaafkan, melupakan, dan membangun lembaran baru di hari esok adalah sumber kesehatan seseorang, masyarakat dan bangsa.
Tindakan memaafkan juga meringankan beban psikologis yang akan menyehatkan. Tentu saja, memaafkan yang sehat ada kalanya mesti disertai hukuman dan kemarahan sebagai pendidikan bagi mereka yang berbuat salah. Saya sering merenung, apakah bangsa ini mampu memaafkan terhadap sesamanya ataukah lebih senang balas dendam?
Memaafkan itu bukan aib, bukan pula menunjukkan pribadi yang lemah. Sebaliknya, hanya mereka yang lapang, berjiwa besar, dan memiliki rasa percaya diri serta menjalani hidup dengan ikhlas yang akan bisa memaafkan orang lain. Mungkin Nelson Mandela termasuk pribadi yang mampu memaafkan lawan-lawan politiknya sehingga jiwanya pun tampak sehat.
Berterima Kasih
Pasangan dari maaf adalah terima kasih. Kata ini juga memiliki kandungan makna yang amat mulia dan dalam. Jika kata maaf menyadarkan betapa kita sering membuat salah dan menyakiti orang lain, dalam kata terima kasih mengingatkan kita betapa banyak setiap harinya seseorangmenerimakebaikanhati dan pertolongan orang lain. Kita tidak bisa hidup tanpa bantuan dan kebaikan hati orang lain.
Semakin tinggi jabatan seseorang, semakin banyak memerlukan bantuan orang lain, sehingga mestinya semakin banyak pula menyampaikan rasa terima kasih kepada teman-teman atau keluarga yang telah memberi pertolongan. Menarik direnungkan, apa pun pemberian orang,dijawab dengan ungkapan ”terima kasih”. Entah pemberian itu berupa tenaga,materi, moral, dan bentuk apa pun lainnya, semuanya dijawab dengan kata terima kasih, bukannya menyebut materi yang diberikan.
Apa makna dan rahasia di balik ini semua? Maksudnya, dalam relasi sosial kita mesti saling berbagi cinta kasih. Dengan dorongan kasih itulah, kita tergerak untuk membantu orang lain sesuai dengan konteks dan kemampuan. Jadi, adalah kasih yang mendorong kita menolong orang lain,sehingga yang menerima akan merasakannya dan menjawab dengan kata ”terima kasih”.
Tanpa cinta kasih, perbuatan kita kehilangan makna dan efek positifnya menguap.Jalinan cinta kasih di antara kita yang terdalam adalah jika energi dan relasi kasih itu merupakan pancaran dari kasih Tuhan. Bukankah setiap melakukan perbuatan yang baik, kita dianjurkan mengucapkan ”Bismillahirrahmanirrahim”?
Maksudnya, hendaknya orang yang beriman menjadi penerus sifat kasih-Nya untuk menanamkan dan menyebarkan di manapun kita berada, dimulai dari kehidupan keluarga, tempat bekerja,lalu melebar dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Rasanya kehidupan bangsa ini sedang diterpa krisis nilai dan kejiwaan, enggan untuk saling memaafkan dan saling berterima kasih secara tulus.
Tanpa kedua nilai dan sikap itu, betapa pun melimpahnya sumber alam Indonesia, maka tidak akan mendatangkan kedamaian. Betapa pun kaya,pintar, dan tampan serta cantiknya pasangan suami-istri, kalau masingmasing egois, enggan saling memaafkan dan berterima kasih, maka pertengkaran dan perceraian yang terjadi. Coba perhatikan, pribadi yang matang, bangsa yang beradab, dan politisi yang berkualitas selalu keluar dari lisannya ucapan maaf dan terima kasih.
Contoh yang paling mutakhir adalah hubungan sosial-politik Hillary dan Obama.Betapa ketat dan mahalnya persaingan antara keduanya untuk memperebutkan posisi sebagai calon dari Partai Demokrat untuk menuju Gedung Putih. Namun, persahabatan dan persaingannya sangat memukau, penuh kecerdasan dan kesantunan dalam berpolitik.
Ketika Hillary kalah, dia memuji Obama dan menyatakan siap membantu sepenuhnya. Begitu pun Obama, dia sangat berterima kasih atas persahabatannya dan dukungannya dalam proses konvensi yang amat mahal itu. Dari segi ajaran dan nilai, para pengkhotbah baik di masjid, gereja, maupun wihara selalu menekankan agar kita saling memaafkan dan berterima kasih.
Kalau saja nilai dan sikap ini dihayati dan dipraktikkan,sejak lingkungan dan komunitas terdekat, pasti akan tercipta suasana yang damai,nyaman,dan kondusif untuk berprestasi.Sebaliknya, kebencian dan perasaan tidak dihargai akan membuat suasana tidak produktif bahkan cenderung saling menjegal.Maaf dan terima kasih yang disampaikan secara tulus akan membuka katupkatup penghubung empati dan simpati di antara kita yang sudah tertutup.
Energi maaf dan terima kasih akan memperlebar saluran sambung rasa positif yang semula menyempit. Akan lebih terasa kalau ekspresi maaf dan terima kasih diperkuat dengan tatapan mata simpati, senyum apresiasi, dan jabat tangan persahabatan, terjadilah pergeseran dari rasa ”ke-aku-an” menjadi ke ”ke-kami-an”dan ”ke-kita-an”.
Energi semacam inilah yang mesti kita sebarkan di Indonesia saat ini. Sebagai umat yang beriman, ditambah lagi melihat kondisi bangsa yang berjalan tertatih-tatih di tengah negara- negara lain yang berjalan melaju,tidak layak dan hanya merugi memelihara sikap saling membenci, memfitnah, dan menjatuhkan pesaingnya setiap ada peluang untuk berebut kursi kekuasaan,baik sebagai bupati, gubernur,maupun presiden.Persaingan dan kompetisi itu perlu, bahkan suatu keharusan.
Namun,mari kita buat kompetisi itu indah dan meriah bagaikan festival permainan sepak bola Eropa yang kita nikmati beberapa pekan ini. Siapa pun yang menang, mesti berterima kasih kepada yang kalah, karena tanpa lawan tanding tidak akan ada sang juara. Masing masing saling memuji dan bersikap sportif di depan publik dan wasit. 

Sumber : Buku "Memaknai Jejak Jejak Kehidupan" Penulis Komaruddin Hidayat, Penerbit PT.Gramedia    Pustaka Utama 
Sumber Gambar : pinterest

Sabtu, 27 Juni 2020

Garang Terhadap Musuh Tapi Lembut Kepada Isteri


Singa Padang Pasir 'Umar bin Khattab' Garang Terhadap Musuh Tapi Lembut Kepada Isteri

Umar bin Khattab adalah salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang juga menjadi khalifah kedua (634-644) dari empat Khalifah Ar-Rasyidin. Namanya menjadi momok menakutkan bagi musuh-musuh Islam saat itu. Bahkan, tidak hanya dari golongan manusia, golongan setan juga lari terbirit-birit jika melihat Umar atau sekadar mendengar namanya.
Umar dilahirkan di kota Mekkah dari suku Bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy, suku terbesar di kota Mekkah saat itu. Ayah Umar bernama Khaththab bin Nufail Al Shimh Al Quraisyi dan ibunya bernama Hantamah binti Hasyim, dari marga Bani Makhzum. Umar memiliki julukan yang diberikan oleh Nabi Muhammad yaitu Al-Faruq, yang berarti orang yang bisa memisahkan antara yang haq dan bathil.
Keluarga Umar tergolong dalam keluarga kelas menengah, ia bisa membaca dan menulis, yang pada masa itu merupakan sesuatu yang langka. Umar juga dikenal karena fisiknya yang kuat dimana ia menjadi juara gulat di Mekkah.
Sebelum masuk Islam, pemilik nama asli Abu Hafsh Umar al-Faruq bin Khattab tersebut sudah ditakuti oleh banyak pihak dan paling berani menentang Islam. Badannya yang tinggi besar serta karakternya yang tegas dan pemberani, membuat siapapun dibuat bertekuk lutut saat berhadapan dengannya.
Umar merupakan orang yang sangat disegani dan dihormati oleh penduduk Mekkah, bilamana tradisi yang dijalankan oleh kaum jahiliyah Mekkah saat itu, Umar juga mengubur putrinya hidup-hidup sebagai bagian dari pelaksanaan adat Mekkah yang masih bar-bar.
Umar kemudian dinilai oleh Nabi Muhammad, jika ia masuk Islam, akan menjadi kekuatan besar. Bahkan, Nabi pernah berdoa secara khusus agar Umar masuk Islam. Dalam satu riwayat, Nabi Muhammad SAW berdoa, "Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah seorang dari dua orang yang lebih Engkau cintai: Umar bin Khattab atau Abu Jahal bin Hisyam."
Doa Nabi Muhammad pun dikabulkan Allah, dan Umar bin Khattab masuk ke barisan umat Islam dan menjadi salah satu sahabat Nabi yang paling setia. Dengan masuknya Umar sebagai muslim, dakwah Nabi Muhammad pun semakin memiliki kekuatan. Keberanian, ketegasan, dan kegarangan Umar menjadi salah satu senjata andalan dalam perjalanan dakwah Nabi. Hingga ia dijuluki sebagai Asadullah atau singa padang pasir.
Keberanian Umar juga dibuktikan dengan suatu peristiwa yang membuat umat muslim saat itu ketar-ketir. Bagaimana tidak, di saat Rasulullah bersembunyi-sembunyi saat hijrah dari Makkah ke Madinah, Umar justru mengumumkannya di depan Kakbah.
"Barang siapa yang ingin anaknya menjadi yatim, istrinya menjadi janda dan orang tuanya tak lagi memiliki anak, silakan temui aku di lembah belakang kota Mekkah!" teriak Umar menantang seluruh orang kafir Quraisy. Namun, tidak ada yang berani melayani tantangannya.

Lemah Lembut Terhadap Isteri
Menariknya, meskipun Umar dikenal sangat garang terhadap musuh-musuh Islam, hingga ditakuti oleh golongan manusia dan jin, di depan isterinya, Umar berperilaku sangat lemah lembut.
Sebuah kisah yang dituliskan oleh Ulama besar asal Indonesia, Syekh Nawawi al-Bantani dalam kitabnya yang berjudul U'qud al-Jain menceritakan, bagaimana Umar memperlakukan isterinya dengan sangat lembut.
Dikisahkan ada seorang sahabat yang ingin berkunjung ke rumah Umar untuk berkonsultasi lantaran ia kerap mendapatkan omelan dari sang isteri. Tepat berada di depan pintu rumah Umar, ia dikejutkan dengan suara keras istri Umar yang sedang marah.
Sahabat tersebut pun urung mengetuk pintu. Ia tidak mendengar ada suara Umar di dalam rumah tersebut. Ia pun bermaksud untuk kembali ke rumahnya. Sambil bergegas pergi ia berkata dalam hati, "Kalau seorang khalifah saja hanya terdiam saat dimarahi isteri, bagaimana denganku?"
Namun baru beberapa langkah, Umar terlihat membuka pintu dan keluar dari rumahnya. Umar pun memanggil sahabat yang hendak berkunjung ke rumahnya itu. Saat mereka berdua sudah duduk bersama, Umar pun bertanya akan maksud kedatangan sahabat tersebut, "Saudara ada keperluan apa datang ke rumahku?"
Sahabat pun menceritakan tujuan awalnya. Ia bermaksud ingin berkonsultasi persoalan dengan istrinya. Namun setelah mengetahui jika Umar pun sedang ada masalah dalam keluarganya, ia mengurungkan niatnya. Sahabat itu, memberanikan diri untuk bertanya, apa yang membuat seorang Khalifah Umar bin Khatab r.a, yang disegani kawan maupun lawan, berdiam diri saat isterinya marah? Mengapa ia hanya mendengarkan, padahal di luar sana, ia selalu tegas pada siapapun? Ini lima rahasia Umar tentang mengapa ia lebih memilih berdiam diri atau seakan tunduk dalam menghadapi isterinya:
1. Isteri Adalah Benteng Penjaga Api Neraka
Kelemahan laki-laki ada di mata. Jika ia tak bisa menundukkan pandangannya, niscaya dirinya akan kesulitan mengendalikan syahwatnya kepada wanita sekitarnya. Isteri yang selalu berada di sisi, menjadi ladang bagi laki-laki untuk menyemai benih, menuai buah di kemudian hari.
Maka, ketika Umar terpikat pada wanita, ia akan ingat pada isteri, pada penyelamat yang melindunginya dari bahaya syahwat dan mebentengi dirinya dari api neraka. Lebih dari itu isteri yang salihah selalu menjadi penyemangatnya dalam mencari nafkah.

2. Isteri Sebagai Pemelihara Rumah
Dikala dirinya bekerja siang malam dalam mengumpulkan harta. Umar mendapati Isterinya yang selalu menjaga, memelihara agar harta diperoleh dengan keringat, air mata, bahkan darah tak menguap sia-sia, karena ada isteri yang siap menjadi pemelihara selama 24 jam, tanpa bayaran.
Jika suami menggaji seseorang untuk menjaga hartanya 24 jam, berapa pula ia harus membayar untuk menggantikan peran isteri serupa itu. Niscaya akan sulit menemukan pemelihara rumah yang ikhlas dan telaten daripada isterinya dalam menjaga hartanya.

3. Isteri Membantu Menjaga Penampilan Suami
Umumnya laki-laki tak bisa menjaga penampilan. Dalam berpakaian, atasan dan bawahan sering tak sepadan. Untunglah suami punya penata busana yang setiap pagi menyiapkan pakaiannya, memilihkan apa yang pantas untuknya, menjahitkan sendiri di waktu luang, menisik bila ada yang sobek. Suami yang tampil menawan adalah wujud ketelatenan isteri. Tak mengapa mendengarnya berkeluh kesah atas kecakapannya itu.

4. Isteri Sebagai Pengasuh Anak-anak
Pejuangan dan pengorbanan isteri dalam sembilan bulan istri bersusah payah merawat benih hingga lahir anak-anak yang menggembirakannya. Tak berhenti sampai di situ. Isteri juga merawat anak-anak agar tumbuh besar. Kokoh dan kuat.
Jika ada yang salah dengan pertumbuhan anak, pastilah isteri yang disalahkan. Bila anak membanggakan lebih dulu suami yang mendapatkan pujian. Baik buruknya sang anak ke depan tak lepas dari sentuhan isterinya. Khalifah Umar bin Khatab r.a paham benar akan hal itu.

5. Isteri Sebagai Penyedia Hidangan
Pulang kerja, suami memikul lelah di badan. Energi terkuras, beraktivitas di seharian. Ia butuh asupan untuk mengembalikan energi. Di meja makan suami cuma tahu ada hidangan, tiada terpikir bagaimana susahnya cara menyajikannya, mulai dari alotnya tawar menawar di pasar menyiapkan bahan-bahan makanan untuk diracik dan dimasaknya.
Yang suami tahu hanya makan. Itupun terkadang dengan jumlah berlebihan; menyisakan sedikit saja untuk isteri si juru masak. Tanpa perhitungan isteri selalu menjadi koki terbaik untuk suami. Mencatat dalam memori makanan apa yang disuka dan dibenci suami.
Dengan mengingat lima peran ini, Khalifah Umar bin Khatab r.a kerap diam setiap isterinya marah. Umar memahami peran Isterinya yang capek, mungkin juga jenuh dengan segala beban rumah tangga di pundaknya. Isteri telah berusaha membentenginya dari api neraka, memelihara hartanya, menjaga penampilannya, mengasuh anak-anak, menyediakan hidangan untuknya.
Untuk segala kemurahan hati sang isteri, tak mengapa ia mendengarkan keluh kesah isterinya itu melalui ungkapan kemarahan dan kecerewetan yang diterimanya. Umar hanya mengingat kebaikan-kebaikan isteri untuk menutupi segala cela dan kekurangannya.
Bila isteri sudah puas menumpahkan kata-katanya, barulah ia menasehati, dengan cara yang baik, dengan bercanda. Hingga tak terhindar percekcokan karena suami sebagai pemimpin tidak terima dimarahi isteri. 
Akankah suami-suami masa kini dapat mencontoh perilaku Khalifah Umar bin Khatab r.a ini? Ia tak hanya berhasil memimpin negara tapi juga menjadi pemimpin idaman bagi keluarganya. Wallahu a’lam ...!!!

Sumber : lintasatceh.com
Sumber Gambar : SyaidinaUmar

Selasa, 23 Juni 2020

Catatan Penyelesaian

Cerita dibawah ini sudah sering kita dengarkan/baca baik di media cetak, elektronik maupun media lainnya, namun tidak ada salahnya kalau dibaca berulang ulang untuk menambah makanan rohani bagi kita semua didalam hidup ddan kehidupan ini, berikut kisahnya.....


Untuk membiayai pendidikannya, seorang anak miskin menjual barang dari pintu ke pintu. Suatu hari, anak laki-laki ini benar-benar lapar tapi tidak punya uang untuk membeli makanan. Dia memutuskan untuk meminta sesuatu untuk dimakan ketika ia mengetuk pintu di rumah berikutnya.
Seorang wanita muda yang cantik membuka pintu tersebut, dan anak itu kehilangan keberaniannya. Akhirnya dia hanya meminta untuk diberi segelas air, ia terlalu malu untuk meminta makanan. Wanita muda tersebut membawakannya segelas susu, yang segera diminum dengan rakus oleh anak itu.
Anak itu bertanya berapa banyak dia berhutang. Tetapi wanita tersebut hanya tersenyum dan berkata bahwa ibunya telah mengajarinya untuk bersikap baik kepada orang lain. Dan ia tidak pernah mengharapkan imbalan apapun.
Anak itu meninggalkan rumah wanita tersebut dengan perut penuh dan hati yang penuh kekuatan baru untuk terus melanjutkan pendidikan dan terus bekerja keras. Namun setiap kali ia merasa ingin berhenti, ia teringat pada wanita itu. Seseorang yang telah menanamkan keyakinan baru dan ketabahan di dalam dirinya.
Bertahun-tahun kemudian, di sebuah kota besar, seorang ahli bedah ternama Dr. Howard Kelly dipanggil untuk berkonsultasi dengan seorang wanita paruh baya yang menderita penyakit langka. Ketika wanita tersebut mengatakan kepadanya nama kota kecil di mana dia tinggal, Dr. Kelly merasa memori samar muncul dalam pikirannya. Kemudian, secara tiba-tiba Dokter itu tersadar. Dia adalah wanita yang telah memberinya segelas susu bertahun-tahun yang lalu.
Kemudian dokter melanjutkan konsultasi dengan menyediakan wanita itu perawatan yang terbaik dan memastikan dia mendapatkan perhatian khusus. Bahkan, ia mengerahkan seluruh kemampuannya sebagai seorang dokter untuk menyelamatkan hidup wanita tersebut.
Setelah lama dirawat di rumah sakit dengan melalui berbagai perawatan, wanita itu akhirnya siap untuk kembali ke rumah. Wanita itu sangat khawatir karena akan membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menyelesaikan pembayaran biaya perawatannya selama di rumah sakit. Penyakit serius yang dideritanya dan lamanya ia tinggal di rumah sakit telah menghasilkan tagihan yang cukup besar. Namun, ketika dia menerima surat tagihan, ia menemukan bahwa Dr. Kelly telah membayar seluruh tagihannya dan menulis catatan kecil untuknya.
Dr. Kelly menulis catatan seperti ini :Sudah dibayar lunas dengan segelas susu.

Pesan Moral : Teruslah berbuat kebaikan di dalam hidup anda. Bantulah orang lain walaupun anda hanya dapat memberikan bantuan kecil. Karena bantuan kecil yang anda berikan sangat berarti bagi orang lain. Percayalah, ketika suatu saat anda mengalami kesulitan, akan datang bantuan dari orang lain. Itulah balasan dari bantuan kecil yang anda berikan di masa lalu.