Senin, 05 Januari 2009

MEMBERI BUKAN MENERIMA


Suatu saat saya sedang naik bis kota. Tiba-tiba ada seorang laki-laki naik bis tersebut. Saya kira penumpang. Tiba-tiba dia berbicara di depan penumpang dengan lancarnya. Ngomongnya bak seorang mubaligh sedang ceramah. Dia memiliki gaya bicara yang bagus, lancar tanpa tersendat. Tidak ada grogi. Dia juga membacakan berbagai hadist dan ayat Al Quran dengan lancar dan cukup fasih. Dia membahas tentang hari akhirat dan manfaat memberi agar selamat di akhirat.
Saya mengakui cukup mendapatkan ilmu saat mendengarkan “ceramahnya”. Dia juga menunjukkan “kekritisannya” terhadap orang-orang kaya dan para pejabat. Inti dari ceramahnya adalah orang-orang kaya dan pejabat harus mau memberi kepada sesama demi kebaikan mereka sendiri. Bukan hanya itu gaya bicara pun cukup menghibur dengan diselingi canda dan tawa.
Setelah selesai ceramah panjang lebar, dia mengambil sesuatu dari sakunya. Anda sudah menebaknya? Betul, dia mengeluarkan sebuah plastik untuk meminta uang dari penumpang. Dia menghampiri satu persatu penumpang sambil menyodorkan plastik dan tidak lepas diiringi dengan senyum. Sampai di hadapan saya, dan saya melambaikan tangan tanda meminta maaf. Sebenarnya saya hanya tidak mau memberi dia saja.
Saya hanya berpikir, bukankah dia memahami makna dan manfaat memberi? Tetapi yang dia lakukan justru ingin menerima. Seolah memberi untuk orang lain dan menerima untuk dirinya. Orang lain memang harus memberi, terutama memberi kepada dirinya.
Sebenarnya dia hanya salah satu wakil dari sekian banyak orang yang memiliki mentalitas sama, yaitu menerima, bukannya memberi. Saya sering menerima email atau komentar yang marah atau meminta ebook dengan gratis dengan alasan amal. Di forum-forum, banyak orang yang menyerang dan menyindir habis orang yang menjual ebook. Alasannya apa? Mereka ingin diberi secara gratis. Dalam masyarakat nyata pun sama. Kebanyakan orang menuntut di untuk menerima ketimbang memberi.
Alasannya klasik, karena mereka merasa berhak untuk diberi karena kemiskinan mereka. Tanpa disadari hal ini juga yang membuat orang tersebut tetap miskin. Anda adalah apa yang Anda pikirkan, jika Anda terus berpikir bahwa Anda miskin, maka Anda akan miskin terus. Kita perlu menghentikan mental meminta menjadi mental pemberi. Bahkan saat menjual pun, Anda tetap harus memiliki mental pemberi. Caranya menjual sesuatu yang nilainya jauh di atas uang yang kita terima.

sumber : http://www.motivasi-islami.com/

itulah MAIYAH

Oleh: Emha Ainun Nadjib

Dalam forum Maiyahan, tempat pemeluk berbagai agama berkumpul melingkar, sering saya bertanya kepada forum:
"Apakah anda punya tetangga?".
Biasanya dijawab: "Tentu punya"
"Punya istri enggak tetangga Anda?"
"Ya, punya dong"
"Pernah lihat kaki istri tetangga Anda itu?"
"Secara khusus, tak pernah melihat "
" Jari-jari kakinya lima atau tujuh? "
"Tidak pernah memperhatikan"
"Body-nya sexy enggak?"
Hadirin biasanya tertawa.

Dan saya lanjutkan tanpa menunggu jawaban mereka:

"Sexy atau tidak bukan urusan kita, kan? Tidak usah kita perhatikan,tak usah kita amati, tak usah kita dialogkan,diskusika n atau perdebatkan. Biarin saja".

Keyakinan keagamaan orang lain itu ya ibarat istri orang lain. Ndak usah diomong-omongkan, ndak usah dipersoalkan benar salahnya, mana yang lebih unggul atau apapun.Tentu, masing-masing suami punya penilaian bahwa istrinya begini begitu dibanding istri tetangganya, tapi cukuplah disimpan didalam hati.

Bagi orang non-Islam, agama Islam itu salah. Dan itulah sebabnya ia menjadi orang non-Islam. Kalau dia beranggapan atau meyakini bahwa Islam itu benar, ngapain dia jadi non-Islam?

Demikian juga, bagi orang Islam, agama lain itu salah.Justru berdasar itulah maka ia menjadi orang Islam.Tapi, sebagaimana istri tetangga, itu disimpan saja didalam hati, jangan diungkapkan, diperbandingkan, atau dijadikan bahan seminar atau pertengkaran. Biarlah setiap orang memilih istri sendiri-sendiri, dan jagalah kemerdekaan masing-masing orang untuk menghormati dan mencintai istrinya masing-masing, tak usah rewel bahwa istri kita lebih mancung hidungnya karena Bapaknya dulu sunatnya pakai calak dan tidak pakai dokter,umpamanya.

Dengan kata yang lebih jelas, teologi agama-agama tak usah dipertengkarkan, biarkan masing-masing pada keyakinannya. Sementara itu orang muslim yang mau melahirkan padahal motornya gembos, silakan pinjam motor tetangganya yang beragama Katolik untuk mengantar istrinya ke rumah sakit.

Atau, Pak Pastor yang sebelah sana karena baju misanya kehujanan,padahal waktunya mendesak, ia boleh pinjam baju koko tetangganya yang NU maupun yang Muhamadiyah. Atau ada orang Hindu kerjasama bikin warung soto dengan tetangga Budha, kemudian bareng-bareng bawa colt bak ke pasar dengan tetangga Protestan untuk kulakan bahan-bahan jualannya.

Tetangga-tetangga berbagai pemeluk agama, warga Berbagai parpol, golongan, aliran, kelompok, atau apapun, silakan bekerja sama di bidang usaha perekonomian, sosial, kebudayaan, sambil saling melindungi koridor teologi masing-masing.

Bisa memperbaiki pagar bersama-sama, bisa gugur gunung membersihi kampung, bisa pergi mancing bareng bisa main gaple dan remi bersama.
Tidak ada masalah lurahnya Muslim, cariknya Katolik,kamituwonya Hindu, kebayannya Gatholoco, atau apapun.Jangankan kerja sama dengan sesama manusia, sedangkan dengan kerbau dan sapi pun kita bekerja sama nyingkal dan nggaru sawah.

Itulah lingkaran tulus hati dengan hati.
Itulah Maiyah.

Kamis, 01 Januari 2009

PENCURI KUE

Seorang wanita sedang menunggu di bandara suatu malam. Masih ada beberapa jam sebelum jadwal terbangnya tiba. Untuk membuang waktu, ia membeli buku dan sekantong kue di toko bandara lalu menemukan tempat untuk duduk.

Sambil duduk wanita tersebut membaca buku yang baru saja dibelinya. Dalam keasyikannya tersebut ia melihat lelaki disebelahnya dengan begitu berani mengambil satu atau dua dari kue yang berada diantara mereka.

Wanita tersebut mencoba mengabaikan agar tidak terjadi keributan.Ia membaca, mengunyah kue dan melihat jam. Sementara si Pencuri Kue yang pemberani menghabiskan persediaannya. Ia semakin kesal sementara menit-menit berlalu.

Wanita itupun sempat berpikir Kalau aku bukan orang baik, sudah ku tonjok dia! Setiap ia mengambil satu kue, Si lelaki juga mengambil satu.
Ketika hanya satu kue tersisa, ia bertanya-tanya apa yang akan dilakukan lelaki itu. Dengan senyum tawa di wajahnya dan tawa gugup, Si lelaki mengambil kue terakhir dan membaginya dua. Si lelaki menawarkan separo miliknya, sementara ia makan yang separonya lagi.

Si wanita pun merebut kue itu dan berpikir ‘Ya ampun orang ini berani sekali, dan ia juga kasar, malah ia tidak kelihatan berterima kasih’.
Belum pernah rasanya ia begitu kesal. Ia menghela napas lega saat penerbangannya diumumkan. Ia mengumpulkan barang miliknya dan menuju pintu gerbang. Menolak untuk menoleh pada si “Pencuri tak tahu terima kasih!”.

Ia naik pesawat dan duduk di kursinya, lalu mencari bukunya, yang hampir selesai dibacanya. Saat ia merogoh tasnya, ia menahan napas dengan kaget. Disitu ada kantong kuenya, di depan matanya.

Koq milikku ada di sini erangnya dengan patah hati, Jadi kue tadi adalah miliknya dan ia mencoba berbagi. Terlambat untuk minta maaf, ia tersandar sedih. Bahwa sesungguhnya dialah yang kasar, tak tahu terima kasih dan dialah pencuri kue itu.
Dalam hidup ini kisah pencuri kue seperti tadi sering terjadi. Kita sering berprasangka dan melihat orang lain dengan kacamata kita sendiri/subjektif serta tak jarang kita berprasangka buruk terhadapnya.Orang lainlah yang selalu salah, orang lainlah yang patut disingkirkan, orang lainlah yang tak tahu diri, orang lainlah yang berdosa, orang lainlah yang selalu bikin masalah, orang lainlah yang pantas diberi pelajaran.

Padahal…..???
kita sendiri yang mencuri kue tadi, padahal kita sendiri yang tidak tahu malu.
Kita sering mempengaruhi, mengomentari, mencemooh pendapat, penilaian atau gagasan orang lain sementara sebetulnya kita tidak tahu betul permasalahannya.

sumber : www.motivasi.web.id/

Kisah seekor belalang

Sumber : www.motivasi.web.id/
Seekor belalang telah lama terkurung dalam sebuah kotak.
Suatu hari ia berhasil keluar dari kotak yang mengurungnya
tersebut. Dengan gembira ia melompat-lompat menikmati
kebebasannya.
Di perjalanan dia bertemu dengan seekor belalang lain.
Namun dia keheranan mengapa belalang itu bisa melompat
lebih tinggi dan lebih jauh darinya.
Dengan penasaran ia menghampiri belalang itu, dan bertanya,
“Mengapa kau bisa melompat lebih tinggi dan lebih jauh,
padahal kita tidak jauh berbeda dari usia ataupun bentuk
tubuh ?”.
Belalang itu pun menjawabnya dengan pertanyaan,
“Dimanakah kau selama ini tinggal? Karena semua belalang
yang hidup di alam bebas pasti bisa melakukan seperti yang
aku lakukan”.
Saat itu si belalang baru tersadar bahwa selama ini kotak
itulah yang membuat lompatannya tidak sejauh dan setinggi
belalang lain yang hidup di alam bebas.
Renungan :
Kadang-kadang kita sebagai manusia, tanpa sadar, pernah
juga mengalami hal yang sama dengan belalang.
Lingkungan yang buruk, hinaan, trauma masa lalu, kegagalan
yang beruntun, perkataan teman atau pendapat tetangga,
seolah membuat kita terkurung dalam kotak semu yang
membatasi semua kelebihan kita. Lebih sering kita mempercayai
mentah-mentah apapun yang mereka voniskan kepada kita
tanpa pernah berpikir benarkah Anda separah itu?
Bahkan lebih buruk lagi, kita lebih memilih mempercayai
mereka daripada mempercayai diri sendiri.
Tidakkah Anda pernah mempertanyakan kepada nurani bahwa
Anda bisa “melompat lebih tinggi dan lebih jauh” kalau Anda
mau menyingkirkan “kotak” itu?
Tidakkah Anda ingin membebaskan diri agar Anda bisa mencapai
sesuatu yang selama ini Anda anggap diluar batas kemampuan
Anda?
Beruntung sebagai manusia kita dibekali Tuhan kemampuan
untuk berjuang, tidak hanya menyerah begitu saja pada apa
yang kita alami. Karena itu teman, teruslah berusaha mencapai
apapun yang Anda ingin capai. Sakit memang, lelah memang,
tapi bila Anda sudah sampai di puncak, semua pengorbanan
itu pasti akan terbayar.
Kehidupan Anda akan lebih baik kalau hidup dengan cara hidup
pilihan Anda. Bukan cara hidup seperti yang mereka pilihkan
untuk Anda.

EVERYDAY IS MY BIRTHDAY

Begitu bangun tidur, Rasulullah mengajarkan berdoa:
'Alhamdulillaah, alladzie ahyaanaa, ba'da ma amaatana, wa ilaihinnusyuur'

Segala puji bagiMu ya Allah, yang telah menghidupkan kembali diriku setelah kematianku dan hanya kepadaMu nanti kami semua akan berpulang.

Betapa indah dan dalamnya pesan doa ini, bahwa setiap pagi adalah hari
kelahiran sebagaimana malam adalah malam kematian.

Begitu terlahir kembali yang pertama diucapkan adalah rasa syukur pada Allah dan kemudian dilanjutkan dengan salat Subuh. Salat Subuh adalah awal kehidupan baru dimulai.

Apapun yang kita lakukan, kemanapun kaki melangkah tetap yang menjadi tujuan adalah keridhaan Allah.

Demikianlah, ketika kesadaran batin itu selalu tertuju pada Allah dan selalu menjaga kondisi itu agar tetap tidak menjauh dari orbit Ilahi, Rasulullah mengajarkan untuk melakukan salat Zuhur, Asar, Magrib dan kemudian Isya.

Ritual salat idealnya lebih dari sekedar peristiwa fisik dan mengulang bacaan doa. Salat juga adalah sebuah peristiwa emosional-spiritual ketika raga-diri yang fitri dan jiwa-ikhlas bertemu Allah Yang Maha Pengasih.

Jiwa, ruh kita sesungguhnya setiap saat selalu ingin memperoleh kedamaian ketika merasa dekat dengan Yang Maha Damai [QS Ar Ra'du; 13:28]

Sayangnya daya tarik emosi, pikiran dan kenikmatan fisik lebih dominan sehingga kenikmatan jiwa sewaktu salat sulit diraih.

Padahal jika kita lebih intens menghayati, maka setiap hari adalah hari kelahiran dan juga hari kematian.

Setiap hari pula hendaknya kita melakukan pesta tasyakuran dan doa pertobatan pada Allah.

Sungguh manusia terlalu lemah sebagaimana tergambar sewaktu tidur karena tidak bisa menguasai dirinya sendiri bahkan kita tidak sanggup menentukan judul mimpi yang kita inginkan.

Selamat berulang hari, semoga panjang dan berkah selalu umurnya.

Everyday is our birthday. Be cheerful and let's share happiness!

[Dikutip dari buku Psikologi Kematian - Komaruddin Hidayat - Rektor UIN Syarif Hidayatullah]