Rabu, 21 Mei 2008

menyoal kenaikan BBM

Isyu yang paling krusial akhir-akhir ini adalah rencana pemerintah akan menaikkan harga BBM, dimana-mana di siaran televisi selalu kita lihat perdebatan tentang pro dan kontra tentang rencana kenaikan harga BBM tersebut, disamping itu juga berita tentang unjuk rasa di sana-sini di wilayah nusantara yang pada umumnya menentang kenaikan BBM.

Dari berbagai berita yang sering kita dengar, bahwa menurut pemerintah harga BBM kita terlalu rendah dibandingkan harga dunia, yang konon saat ini sudah mencapai 128 USD per barel, ini artinya subsidi yang diberikan untuk membeli minyak sudah terlalu tinggi, sehingga menyebabkan terganggunya APBN secara signifikan. Menurut wakil presiden, subsidi BBM perlu dicabut karena selama ini yang memperoleh keuntungan adalah orang-orang kaya saja, yang pada dasarnya mereka tidak terlalu terpengaruh dengan kenaikan BBM tersebut, sedangkan bagi rakyat miskin akan diberikan kompensasi berupa BLT seperti yang pernah dilakukan beberapa waktu lalu (bagaimana dengan rakyat yang miskin tidak kayapun tidak? Hal ini tidak dijelaskan padahal persentase penduduk seperti ini yang banyak…-penulis)

Masih menurut berita debat yang kita lihat di televisi, salah seorang anggota dewan mengatakan bahwa BBM tidak perlu naik jika terjadi pemangkasan-pemangkasan birokrasi yang ada di pertamina menyangkut pendistribusian seperti pengurangan percaloan dan sebagainya, bahkan menurut Ketua MPR Hidayat Nurwahid, Pemerintah bisa tidak menaikkan BBM dengan menertibkan sistim Pajak dan sebagainya.

Dari Tempointeraktif, 22/10/07, Direktur Ekonomi Makro Bappenas Bambang Priambodo mengatakan, meskipun belanja subsidi bahan bakar minyak ikut terkerek, total pendapatan negara dari PNBP Migas, PPh Migas, dan penerimaan lainnya masih lebih besar dari beban subsidi. Setiap US$ 1 dolar kenaikan harga minyak akan meningkatkan pendapatan negara Rp 3,24 triliun sampai Rp 3,45 triliun; subsidinya juga naik Rp 3,19 triliun sampai Rp 3,4 triliun. Artinya setiap kenaikan US$ 1 dolar negara untung Rp 48-50 miliar
Antaranews, 23/10/07, Menteri ESDM juga menyatakan, “Setiap kenaikan US$ 1 harga minyak, kita memperoleh `windfall` (keuntungan tambahan) sebesar Rp 3,34 triliun, dengan asumsi kursnya mencapai Rp 9.050 perdolar.”

Uraian-uraian di atas semakin membingungkan, siapakah sih sebenarnya yang betul? Atau perlukah BBM naik? Benarkah minyak disubsidi pemerintah? Benarkah ada calo pendistribusian minyak? Bagaimana pula dengan sistem pajak? Dan sebagainya.

Mengingat rencana kenaikan minyak yang saat ini sedang menghitung hari, ayo coba kita simak sedikit uraian yang pernah ditulis oleh Kwik Kian Gie mengenai subsidi minyak itu sendiri, tulisan ini sendiri dibuat tahun 2005 (saat harga premium Rp. 1810
per liter, dan dimuat di harian kompas tgl. 3 Pebruari 2005).

Kwik dalam tulisannya mengatakan bahwa dengan harga premium yang berlaku sekarang (Rp. 1.810 ,- per liter), Pemerintah sama sekali tidak memberi subsidi, sebaliknya pemerintah memperoleh kelebihan uang tunai.

Hitung-hitungannya kira-kira seperti ini, biaya minyak mentah yang disedot dari dalam tanah adalah Rp. X perliter, kemudian diproses menjadi bensin dengan harga Rp.Y perliter, ditambah biaya angkut bensin tersebut seharga Rp.Z jadi Rp.X + Rp.Y + Rp.Z = 10 USD per barrel (1 barrel = 159 liter). Kalau nilai tukar Rupiah (saat itu) Rp. 8.600,- maka keseluruhan biaya perliter adalah (10 x Rp.8.600) : 159 = Rp. 540,88 dibulatkan Rp. 540,-, nah bensin dijual dengan harga Rp. 1.810,- perliter, jadi untuk setiap penjualan satu liter bensin, pemerintah kelebihan uang sebanyak Rp. 1.270. ditinjau dari sudut keluar masuknya uang, pemerintah kelebihan uang tunai. Mengapa dikatakan pemerintah memberi subsidi?

Pemerintah merasa memberi subsidi kepada rakyat karena seandainya bensin premium itu dijual ke luar negeri , saat ini (th 2005) harganya 50 USD per barel (Rp.430.000,- per barel) dibagi 159 menjadi Rp. 2.704,4 dibulatkan Rp. 2.700,- perliter. Ini harga minyak mentah di luar negeri, kalau dijadikan bensin dengan biaya Rp.540,- per liter maka harga bensin premium di luar negeri adalah Rp. 3.240,-/liter.
Selisih harga di luar negeri dengan harga bensin di Indonesia yaitu 3.240 – 1.810 = Rp. 1.340,- per liternya, ini disebut subsidi. Pemerintah merasa memberi subsidi karena tidak bisa menjual bensin dengan harga dunia, gara-gara adanya kewajiban memenuhi kebutuhan rakyatnya akan bensin premium dengan harga yang rendah, yaitu hanya Rp. 1.810,- per liternya. Nah kesempatan memperoleh uang 1.340,- per liter tersebutlah sebetulnya yang hilang, bukan uang tunai.

Dari hitung-hitungan di atas dapat dilihat kelebihan uang pemerintah pertahunnya, misal kelebihan uang sebesar Q liter pertahun, jadi kelebihan uangnya adalah Q liter dikalikan Rp. 1.270,- . Andaikan produksi minyak mentah yg dihasilkan adalah 1,125 juta barel perhari dan diandaikan bersihnya adalah 70% jadi hasil produksi adalah sebesar 787.500 barrel perhari atau 125.212.500 liter perhari, pertahunnya menjadi 45.702.562.500 liter, maka kelebihan uang pertahunnya adalah 45.702.562.500 x Rp. 1.270,- atau Rp 58.042.254.375.000,- (+ Rp. 58 trilyun).
Kebutuhan bensin kita 60 juta kiloliter pertahunnya atau 60.000.000.000 liter, sementara produksi kita hanya (lihat di atas) 45.702.562.500 liter, maka kita haru impor sebesar 14.297.437.500 liter yang harus dibayar dengan harga dunia Rp. 3.240,- per liter, atau Rp. 46.323.697.500.000,-.
Jadi ada kelebihan Rp. 58 trilyun, disisi lain ada kebutuhan impor Rp. 46,3 trilyun, dengan demikian masih terdapat kelebihan uang sebesar + Rp. 11,7 trilyun.

Nah kesimpulan dari hitungan pak Kwik (yang menurutnya hanya sebuah model untuk mendapat pengertian yang sebenarnya) di atas menunjukkan bahwa tanpa menaikkan harga bensin premium, pemerintah sudah kelebihan uang tunai dari keseluruhan eksploitasi minyak mentah untuk dijadikan bensin premium. Dan sekali lagi ini hanya ilustrasi untuk BBM jenis bensin premium, belum bensin pertamax dan lainnya serta gas yang semuanya surplus lebih besar lagi katanya.

Tulisan tersebut dibuat tahun 2005, ketika harga bensin premium Rp. 1.810 per liter, dengan harga minyak dunia 50 USD perbarrel sedangkan saat ini harga bensin Rp. 4.500,- perliter, dengan harga minyak dunia mencapai 128 USD perbarel dan rencana akan naik menjadi Rp. 6.000,- lebih. Silahkan coba konversi hitung-hitungan di atas dengan harga kini.

Kesimpulan akhir adalah merupakan tanda tanya di hati kita masing-masing “PANTAS ATAU TIDAKKAH BBM NAIK?” mari kita hitung-hitungan!!
Yang jelas kalaupun BBM harus naik, marilah kita sama-sama menghemat penggunaan BBM, karena bagaimanapun juga cadangan BBM kita di bumi pertiwi ini semakin lama akan semakin menipis. AYO HEMAT BBM !!

Tidak ada komentar: