Senin, 01 September 2008

KECERDASAN EMOSIONAL

Tahukah anda, apa yang paling dibanggakan orang tua dari anak-anaknya? Boleh jadi adalah kecerdasan scholastic, seperti matematika, bahasa,menggambar visual), musik (musical), dan olahraga (kinestetik).

Tetapi, pernahkah kita membanggakan jika anak kita memiliki kecerdasan
moral, kecerdasan intrapersonal, atau kecerdasan interpersonal?
Rasanya jarang, sebab ketiga kecerdasan yang terakhir hampir pasti
uncountable, tidak bisa dihitung, dan sayang sekalin tidak ada pontennya
(nilainya) di sekolah, karena di sekolah hanya memberikan penilaian
kuantitatif.

Ada sebuah cerita tentang seorang anak, sebut saja namanya Fani (6,5
tahun), kelas I SD. Ia memiliki banyak sekali teman.
Dan ia pun tidak bermasalah harus berganti teman duduk di sekolahnya. Ia
juga bergaul dengan siapa saja dilingkungan rumahnya. Ada satu hal yang
menarik saat ia bercerita tentang teman-temannya.
"Bu, Ifa pinter sekali lho, Bu...! Pinter Matematika, Bahasa Indonesia,
Menggambar....pokoknya pinter sekali....!" katanya santai. Vivi juga
pintar sekali menggambar, gambarnya bagus ...sekali! Kalau si Yahya
hfalannya banyaaak... sekali!

Ya memang fani senang sekali membanggakan teman-temannya. Ketika
mendengar celoteh anaknya ibunya tersenyum dan bertanya, " Kalau mbak
Fani pinter apa?" Ia menjawab dengan cengiran khasnya,"
Hehehe...kalau aku, sih, biasa-biasa saja".

Jawaban itu mungkin akan sangat biasa bagi anda, tetapi ibunya tertegun,
karena pada dasarnya fani memang demikian. Ia biasa-biasa saja untuk
ukuran prestasi scholastic.

Tapi coba kita dengarkan apa cerita gurunya, bahwa Fani sering diminta
bantuannya untuk membimbing temannya yang sangat lamban mengerjakan
tugas sekolah, mendamaikan temannya yang bertengkar.

Bahkan ketika dua orang adiknya, Farah (4,5 tahun) dan Fadila (2,5
tahun) bertengkar. Fani langsung turun tangan. "Sudah..! sudah, Dek!
sama saudara tidak boleh bertengkar, Hayo tadi siap yang mulai?"

Adiknya saling tunjuk."Hayo, jujur ...1Jujur itu disayang Allah..!
Sekarang salaman ya... saling memaafkan".
Pun ketika suatu hari ia melihat baju-baju bagus di toko, dengarlah
komentarnya!

"Wah bajunya bagus-bagus ya Bu? Aku sebenarnya pengin, tapi bajuku
dirumah masih bagus-bagus, nanti saja kalau sudah jelek dan Ibu sudah
punya rezeki, aku minta dibelikan ..."
Ibunya pun tak kuasa menahan air matanya, subhanallah anak sekecil itu
sudah bisa menunda keinginan, sebagai salah satu ciri kecerdasan
emosional.

Saya sebenarnya ingin berbagi cerita tentang ini kepada anda, karena
betapa banyak dari kita yang mengabaikan kecerdasan-kecerdasan emosional seperti itu.

Padahal kita tahu dalam setiap tes penerimaan pegawai, yang lebih banyak
diterima adalah orang yang mempunyai kecerdasan emosional walaupun dari sisi kecerdasan scholastic adalah BIASA-BIASA SAJA.

Kadang kita merasa rendah diri manakala anak kita tidak mencapai ranking
sepuluh besar disekolah. Tetapi herannya, kita tidak rendah diri
manakala anak-anak kita tumbuh menjadi pribadi yang egois, mau menang
sendiri, sombong, suka menipu atau tidak biasa bergaul.

Maka ketika Fani mengatakan "AKU BIASA-BIASA SAJA", maka saat itu ibunya
menjawab "Alhamdulillah, mbak Fani suka menolong teman-teman, tidak
sombong, mau bergaul dengan siapa saja. Itu adalah kelebihan mbak Fani,
diteruskan dan disyukuri ya..?" Ya... ibunya ingin mensupport dan
memberikan reward yang positif bagi Fani. Karena kita tahu anak-anak
kita adalah amanah dan suatu saat amanah itu akan diambil dan ditanyakan
bagaimana kita menjaga amanah.

Sebagaimana doa kita setiap hari agar anak-anak menjadi penyejuk mata
dan hati.

Sudahkah kita mencoba untuk menggali potensi-potensi kecerdasan
emosional anak-anak kita? Kalu belum mulailah dari diri kita, saat ini juga.


Sumber : email dari seorang teman

Tidak ada komentar: