Artikel ini kuforward dari situs Bang Arvan yang merupakan motivator favoritku
Suatu hari di tahun 1999, Stephen
King penulis Amerika Serikat terkenal mengalami kecelakaan lalu lintas cukup
parah. Ia ditabrak oleh seorang pengemudi van tak jauh dari rumahnya.
King segera dilarikan ke rumah sakit
dengan luka berganda di tangan dan kakinya, paru-parunya rusak, tulang rusuknya
patah dan kulit kepalanya koyak. Pengemudi van luka parah dan akhirnya
meninggal dunia.
King selamat dari kejadian itu dan
ketika ditanya apa yang ia pikirkan, ia mengatakan bahwa ia bersyukur. “Kasih
Tuhanlah yang membuat pengemudi van itu tidak sampai merenggut jiwa saya,”
ujarnya.
Mengapa King–yang dijuluki Master of
Horror–mensyukuri kecelakaan mengerikan itu? Bukankah ini merupakan musibah
yang sangat berat baginya?
Pertanyaan ini sesungguhnya
menunjukkan kesalahpahaman mengenai bersyukur. Ada lima kesalahpahaman
orang terhadap bersyukur.
Pertama, bersyukur hanya dilakukan kalau kita sedang senang, kalau
segala sesuatu terjadi sesuai dengan keinginan kita. Banyak orang yang lupa
bahwa bersyukur sesungguhnya juga perlu dilakukan di saat susah, karena kita tak
pernah tahu apa yang tersembunyi di balik setiap musibah.
Segala sesuatu pastilah terjadi
karena izin Tuhan. Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang pastilah akan
memberikan sesuatu yang terbaik bagi kita.
Semua hal yang buruk tetapi
menghasilkan sesuatu yang baik sesungguhnya adalah hal yang baik. Persoalannya,
semua itu perlu dilihat dalam kaca mata jangka panjang, karena boleh jadi
secara jangka pendek hal itu tidak menguntungkan.
Kesalahpahaman kedua adalah
kita sering bersyukur untuk hal besar, tetapi lupa bahwa ada ribuan hal kecil
yang merupakan rahmat Tuhan untuk kita. Kita bersyukur ketika menang tender,
naik pangkat, dan mempunyai anak.
Akan tetapi, kita lupa bersyukur
bahwa kita masih mempunyai pekerjaan, bisa berjalan, bernapas, dan bisa tidur nyenyak.
Semua hal itu sering kali kita anggap sepele, sebagai sesuatu yang sudah
seharusnya.
Kesalahpahaman ketiga, ketika
kita hanya bersyukur untuk hal yang kita dapatkan, padahal mestinya kita bisa
bersyukur atas hal yang tidak kita dapatkan. Kita bisa selamat dalam perjalanan
ke kantor atau pulang ke rumah, bukankah ini berarti kita telah melalui
berbagai bahaya dengan selamat?
Kita bepergian ke mana-mana dengan
pesawat terbang dan sampai hari ini belum pernah mengalami kecelakaan sedikit
pun, bukankah itu keajaiban yang luar biasa? Kita tidak tertular penyakit yang
berbahaya, serta berada dalam kondisi yang aman dan damai, bukankah ini
betul-betul rahmat yang luar biasa? Coba bayangkan apa yang akan terjadi kalau
kita dilanda perang saudara seperti yang terjadi di Suriah?
Keempat, kita sering menilai segala sesuatu ketika hal itu masih
ada, padahal arti bersyukur adalah membayangkan ketika segala sesuatunya sudah
tidak ada lagi. Ketika memiliki pekerjaan, kita mengeluh dan hanya memberikan
nilai 6 atau 7 (dari skala 1-10) terhadap pekerjaan kita.
Kita mungkin juga hanya memberikan
nilai yang sama pada bawahan kita. Namun saya berani mengatakan bahwa nilai
tersebut pasti salah. Nilai yang sebenarnya baru akan kita rasakan ketika
segala sesuatunya sudah hilang dari diri kita.
Kita sering undervalue
terhadap apa yang kita miliki saat ini karena kita lebih fokus pada masalahnya,
bukan pada anugerahnya. Berapa pun nilai yang kita berikan sudah pasti salah.
Kecenderungan undervalue ini
perlu benar-benar kita sadari. Karena itu, untuk mendapatkan nilai yang
sesungguhnya saya sarankan agar Anda menambahkan minimum 2 skor di atas
penilaian Anda terhadap apa pun yang Anda terima hari ini.
Kesalahpahaman kelima, syukur
sering diartikan sebagai cepat puas. Inilah yang membuat banyak pemimpin bisnis
mengatakan pada saya bahwa syukur kurang tepat bagi dunia bisnis. Padahal
menerima (acceptance) barulah separuh dari bersyukur. Bersyukur yang
sejati adalah ketika kita juga mengeksplorasi (exploration) terhadap
potensi yang kita miliki saat ini.
Potensi adalah hadiah terbesar yang
telah diberikan Tuhan kepada kita. Tugas kita sesungguhnya menjelajahi semua
potensi tersebut, kemudian memanfaatkannya bagi orang banyak.
Bersyukur adalah mengolah potensi
tersebut semaksimal mungkin, dan tidak membiarkan ada potensi–sekecil apa
pun–yang sia-sia dan tak termanfaatkan. Karena itu, selain acceptance
syukur mengandung dimensi exploration.
Kalau bersyukur hanya diartikan
dengan menerima apa yang kita peroleh, bisnis akan mandek dan stagnan. Bisnis
yang baik adalah menerima pencapaian kita hari ini tetapi terus menjelajahi
potensi kita untuk kepentingan orang banyak. Inilah bersyukur dalam arti yang
sesungguhnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar